Salah satu tantangan yang tidak ringan di tengah upaya menangani penyebaran COVID-19 adalah sikap kontraproduktif yang ditunjukkan oleh sebagian komunitas keagamaan. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan himbauan untuk tetap tinggal di rumah dan menghindari kerumunan (social distancing), beberapa kelompok keagamaan masih saja berniat menyelenggarakan berbagai pertemuan yang melibatkan orang banyak. Penyelenggaraan Ijtima Jamaah Tabligh se-Asia di Goa, Sulawesi Selatan, merupakan contoh yang nyata bagaimana pemerintah kedodoran dalam menghadapi komunitas ini. Dalam kasus Jamaah Tabligh ini, pemerintah nyaris gagal membatalkan kegiatan ijtima, yang konon targetnya 25 ribu peserta. Panitia enggan membatalkan rencana kegiatan. Alasannya klise. Mereka lebih takut pada Tuhan dan sama sekali tidak takut pada COVID-19. Meskipun kegiatan tersebut akhirnya batal, tetapi sebanyak 8695 peserta sudah tiba di lokasi kegiatan.1 Ironisnya, pihak kepolisian sempat merasa tidak sanggup membubarkan kegiatan yang tidak berizin itu, dan hanya berencana melokalisasi kegiatan sampai agenda selesai karena khawatir dampaknya lebih besar jika acara itu dibubarkan.